Bitung – Penanganan laporan dugaan penyerobotan tanah yang dilaporkan Herman Loloh sejak 20 Mei 2023 kembali menuai kritik tajam. Di bawah kepemimpinan Kapolres Bitung AKBP Albert Zai, SIK, MH, Polres Bitung dinilai tidak profesional dan lamban dalam menangani kasus ini, bahkan hingga kini tidak ada kejelasan mengenai tindak lanjut penyidikan. Senin 09/12/2024
Menurut Robby Supit, kuasa keluarga Herman Loloh, kasus ini mencerminkan lemahnya komitmen Polres Bitung dalam memberikan kepastian hukum kepada masyarakat. Supit menjelaskan kronologis penanganan laporan tersebut, yang menurutnya penuh kejanggalan:
1. Laporan Polisi yang Terbengkalai: Herman Loloh melalui kuasa hukumnya telah melaporkan kasus penggelapan dan penyerobotan tanah miliknya dengan sertifikat SHM 135 dan SHM 136 yang diduga dilakukan oleh PT MSM/PT TTN. Namun, hingga kini, laporan tersebut belum menunjukkan perkembangan berarti.
2. Surat BPN yang Diabaikan: Berdasarkan surat Kepala BPN Kota Bitung, lokasi tanah SHM 135 dan SHM 136 berbeda dengan tanah SHM 157 yang diklaim oleh pihak perusahaan. Namun, fakta ini tidak segera ditindaklanjuti oleh Polres Bitung.
3. Pengembalian Berkas oleh Kejaksaan: Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan yang dikirim Polres Bitung ke Kejaksaan Negeri Bitung dikembalikan tanpa tindak lanjut. Tidak hanya itu, berkas perkara pun tak kunjung dilimpahkan ke kejaksaan, memicu dugaan upaya memperlambat penyelesaian kasus.
4. Tindakan Penyidik yang Tidak Transparan: Penyidik Polres Bitung meminta keluarga pelapor untuk tidak didampingi kuasa hukum dalam pertemuan dengan pihak perusahaan. Tawaran kompensasi yang tidak sebanding dengan nilai tanah ditolak keluarga pelapor.
5. Arah Penyidikan yang Berubah: Penyidik justru meminta keluarga Herman Loloh membuat laporan baru yang mengarahkan terlapor ke mantan pejabat kecamatan dengan dugaan pemalsuan dokumen, bukan dugaan penggelapan dan penyerobotan tanah oleh PT MSM/PT TTN.
6. Minimnya Perkembangan Selama 1,5 Tahun: Hingga September 2024, keluarga Herman Loloh belum mendapatkan kejelasan hukum. Baru pada November 2024, Wakapolda Sulut Brigjen Pol. Bahagia Dachi memberikan atensi terhadap kasus ini, memerintahkan penyidik untuk menuntaskan laporan dan segera melimpahkan hasil penyidikan ke kejaksaan.
Berdasarkan Peraturan Kapolri No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, penyidikan yang sudah dimulai wajib memberikan kepastian hukum kepada para pihak, baik dengan pelimpahan berkas ke kejaksaan atau penghentian penyidikan dengan alasan yang jelas. Sementara itu, KUHAP Pasal 109 Ayat 1 menyebutkan bahwa hasil penyidikan harus segera diberitahukan kepada penuntut umum untuk menentukan langkah hukum lebih lanjut.
Namun, kasus yang berjalan selama 1 tahun 7 bulan tanpa kejelasan memperlihatkan adanya pelanggaran terhadap asas kecepatan dan kepastian hukum yang menjadi dasar penegakan hukum di Indonesia.
Supit menilai lambannya penanganan kasus ini merusak kepercayaan masyarakat terhadap Polres Bitung. "Jangan sampai istilah lapor hilang kambing, sapi ikut hilang menjadi kenyataan. Proses yang berlarut-larut ini hanya menyengsarakan korban dan memperlihatkan ketidakseriusan Polres Bitung dalam menjalankan tugasnya," tegas Supit.
Ia mendesak Kapolres Bitung untuk segera menuntaskan kasus ini, menetapkan tersangka, dan melimpahkan berkas ke kejaksaan sesuai arahan Wakapolda Sulut. Hal ini diperlukan untuk memberikan keadilan kepada keluarga Herman Loloh yang telah menunggu terlalu lama.
Masyarakat kini menanti tindakan nyata dari Polres Bitung untuk membuktikan komitmennya dalam menegakkan hukum secara adil dan transparan. Jika tidak, kasus ini hanya akan semakin memperburuk citra institusi kepolisian di mata publik.
L.I.79