Raport Merah Polres Bitung di Bawah Pimpinan AKBP Albert Zai SIK, MH.

Senin, 30 Desember 2024

Raport Merah Polres Bitung di Bawah Pimpinan AKBP Albert Zai SIK, MH.


Bitung – Kinerja Polres Bitung di bawah kepemimpinan Kapolres AKBP Albert Zai, SIK, MH, kembali disorot tajam setelah sejumlah kasus dugaan penyerobotan tanah tak kunjung diselesaikan. Dua laporan penting, yakni laporan Herman Loloh dan Robby Supit, mencerminkan lemahnya pelayanan hukum dan minimnya kepastian hukum bagi masyarakat sepanjang tahun 2024. 31/12/2024



Laporan Herman Loloh: 1 Tahun 7 Bulan Tanpa Kepastian

Laporan Herman Loloh atas dugaan penggelapan dan penyerobotan tanah dengan sertifikat SHM 135 dan SHM 136 oleh PT MSM/PT TTN menjadi bukti nyata lambannya penanganan di Polres Bitung. Meski laporan dibuat sejak 20 Mei 2023, hingga kini belum ada tersangka yang ditetapkan, bahkan proses penyidikan terkesan jalan di tempat.

Fakta-fakta yang mencengangkan, seperti hasil klarifikasi BPN Kota Bitung yang menunjukkan bahwa tanah SHM 135 dan SHM 136 milik Herman Loloh berada di lokasi berbeda dengan tanah SHM 157 yang diklaim pihak perusahaan, tidak mampu mempercepat proses hukum. Lebih parah lagi, penyidikan justru diarahkan ke dugaan pemalsuan dokumen yang melibatkan mantan pejabat lokal, bukan pada inti masalah penggelapan dan penyerobotan tanah oleh PT MSM/PT TTN.

Laporan Robby Supit dua tahun Lebih Tanpa Tindak Lanjut

Laporan kedua yang dilayangkan Robby Supit pada 2 Desember 2022 terkait kasus serupa juga bernasib sama. Hingga akhir 2024, laporan tersebut tak kunjung mendapat kejelasan. Warga dan pelapor menilai, Polres Bitung gagal menjalankan tugasnya untuk memberikan keadilan.

Penanganan kasus yang berlarut-larut ini bertentangan dengan KUHAP Pasal 109 Ayat 1, yang mengamanatkan bahwa penyidik wajib memberitahukan perkembangan hasil penyidikan kepada penuntut umum secara berkala untuk menentukan langkah hukum selanjutnya. Selain itu, Peraturan Kapolri No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana menegaskan bahwa setiap laporan harus diproses dengan asas keadilan, kecepatan, dan kepastian hukum.

Menurut regulasi, jika dalam 120 hari sejak dimulainya penyidikan tidak ditemukan bukti yang cukup, maka penyidik harus menghentikan penyidikan dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang disampaikan kepada pelapor. Namun, dalam kedua kasus ini, Polres Bitung tidak memberikan kejelasan apa pun, baik penghentian penyidikan maupun pelimpahan berkas ke kejaksaan.

Kapolres AKBP Albert Zai dan Kasat Reskrim Iptu Gede Indra Asti Angga Pratama STRK, SIK, MH, meski mendapatkan sorotan tajam dari tokoh adat  ketua Ormas adat Permesta Sulut Jonson Wullur dan ketua Ormas adat Makana Minahasa Alvis Matrico Sumilat terkait profesionalitas Pelayanan hukum yang lamban dan tidak transparan hanya memperburuk citra Polres Bitung dan pantas mendapatkan rapor merah atas pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan.

"Kami kecewa dengan kinerja Polres Bitung. Laporan kami dipingpong, tidak ada kepastian hukum. Apa ini yang disebut pelayanan prima? Kami hanya ingin keadilan, tapi seolah-olah hukum hanya berpihak pada yang kuat," ujar keluarga Herman Loloh dengan nada kecewa.

Robby Supit pun menyuarakan hal serupa, menyebut bahwa Polres Bitung gagal memenuhi tanggung jawabnya sebagai penegak hukum. "Kami merasa dipermainkan. Ini bukan sekadar masalah administrasi, tapi hak kami yang dirampas tanpa perlindungan dari aparat penegak hukum," tegasnya.

Meski kasus Herman Loloh sudah mendapat perhatian dari Wakapolda Sulut Brigjen Pol. Bahagia Dachi pada November 2024, dengan arahan jelas untuk segera menyelesaikan laporan tersebut, Polres Bitung belum menunjukkan langkah konkret. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang keseriusan Polres Bitung dalam menjalankan tugasnya.

 Kapolda Sulut bawah pimpinan Irjen. Pol. Dr. Roycke Harry Langie, S.I.K., M.H         perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Kapolres dan Kasat reskrim polres Bitung. Jika tidak, ketidakpercayaan publik akan semakin membesar, dan masyarakat akan terus mempertanyakan apakah hukum di Indonesia hanya berpihak pada mereka yang memiliki kuasa dan uang?

Masyarakat kini menuntut tindakan nyata. Kasus yang berlarut-larut ini harus segera diselesaikan, atau Polda Sulut dan Polres Bitung akan terus menjadi simbol ketidakadilan di mata publik.

P/N.U
E/L.I.79