Bitung, Sulawesi Utara - Kinerja Polres Bitung kembali disorot oleh berbagai kalangan masyarakat di Sulawesi Utara. Sorotan tajam ini datang akibat lambannya penanganan laporan dugaan penyerobotan tanah yang sudah mengendap selama lebih dari satu tahun lima bulan tanpa ada kejelasan. Laporan tersebut diajukan oleh Herman Loloh melalui kuasa hukumnya sejak 20 Mei 2023 dengan Nomor Laporan Polisi LP/B/393/V/2023/SPKT/Polres Bitung/Polda Sulawesi Utara, dengan terlapor PT MSM/PT TTN terkait insiden yang terjadi pada Agustus 2022. 28/10/2024
Ketua Umum Organisasi Adat Makatana Minahasa, Alvis Metrico Sumilat, secara tegas meminta Kapolda Sulawesi Utara, Irjen. Pol. Dr. Roycke Harry Langie, S.I.K., M.H., untuk mengevaluasi kinerja Kapolres Bitung, AKBP Albert Zai, SIK, MH, dan Kasat Reskrim Iptu Gede Indra Asti, A.P., S.Tr.K., S.I.K., M.H. Menurut Alvis, kedua pejabat tersebut dinilai gagal memberikan kepastian hukum bagi warga yang melapor. "Sudah lebih dari satu tahun laporan ini tidak ada perkembangan, ini menunjukkan lemahnya komitmen aparat dalam melayani masyarakat dan menegakkan keadilan," ujar Alvis.
Senada dengan Alvis, Ketua Umum Ormas Adat Permesta Sulawesi Utara, Jhonson Wullur, turut mengecam kinerja Polres Bitung yang ia nilai tidak produktif dalam menangani laporan warga. Sebelumnya, Jhonson juga sudah meminta Kapolda Sulut untuk mengevaluasi Kapolres dan Kasat Reskrim Polres Bitung, namun kali ini ia menuntut tindakan lebih tegas. "Laporan sudah berjalan satu tahun lima bulan mangkrak tanpa ada penjelasan. Selain itu, maraknya pemberitaan mengenai praktik solar ilegal juga tidak ditindak oleh Polres Bitung. Ini menunjukkan bahwa Polres Bitung sudah saatnya dibersihkan dari aparat yang tidak produktif," ungkapnya dengan nada kecewa.
Jhonson menambahkan bahwa sudah waktunya Kapolda Sulut mengambil langkah tegas dengan mencopot Kapolres dan Kasat Reskrim Bitung. "Kapolda Sulut sudah sepantasnya melakukan pencopotan terhadap pejabat Polres Bitung yang tidak produktif dalam menjalankan tugas dan fungsi, serta belum memberikan pelayanan optimal bagi masyarakat yang mengadu," tegasnya.
Laporan yang diajukan oleh Herman Loloh mencakup dugaan penyerobotan tanah bersertifikat hak milik dengan nomor 135 dan 136, yang diduga dilakukan oleh PT MSM/PT TTN. Kasus ini bermula pada akhir tahun 2020, ketika pimpinan PT MSM/PT TTN, David Sompie, meminta pihak keluarga Herman Loloh untuk menyelesaikan kewajiban terkait sertifikat tanah tersebut. Namun, ketika keluarga Herman membawa sertifikat untuk menuntaskan pembayaran, tanah tersebut sudah dirusak dan dijadikan area tambang oleh perusahaan tanpa izin pemilik. Pihak perusahaan berdalih bahwa tanah tersebut sudah salah bayar ke pihak lain, yaitu Devie Ondang, dan menolak melakukan pembayaran ganda.
Menurut BPN, tanah milik Devie Ondang sebenarnya berada di lokasi yang berbeda dengan milik Herman Loloh, namun PT MSM/PT TTN tetap mencoba mengklaim tanah milik Herman Loloh dengan alasan pembayaran kepada pihak lain. BPN Kota Bitung bahkan sudah mengeluarkan berita acara hasil pengukuran ulang yang menyatakan tanah Devie Ondang tidak dapat dipetakan di lokasi yang ditunjuk oleh perusahaan, karena berada di atas tanah milik Herman Loloh. Meski demikian, hingga saat ini Polres Bitung belum menunjukkan keseriusan dalam menangani laporan tersebut, yang membuat kasus ini mengendap tanpa kepastian hukum.
Kasus penyerobotan tanah yang dihadapi oleh Herman Loloh memperlihatkan lemahnya penegakan hukum di Kota Bitung. Kinerja Polres Bitung yang lamban dan tidak produktif dalam menangani laporan masyarakat menjadi sorotan serius dari berbagai tokoh masyarakat. Desakan kepada Kapolda Sulawesi Utara, Irjen. Pol. Dr. Roycke Harry Langie, S.I.K., M.H., untuk mencopot Kapolres dan Kasat Reskrim Bitung menunjukkan adanya kebutuhan akan perubahan dalam tubuh kepolisian. Harapannya, Kapolda segera mengambil tindakan tegas untuk membersihkan aparat yang tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik, demi memulihkan kepercayaan masyarakat dan memastikan hukum ditegakkan secara adil. Pilihan untuk tidak berpihak dan menjamin pelayanan hukum yang setara harus menjadi komitmen utama dalam menjaga kestabilan dan keadilan di Sulawesi Utara.
L.I.79